TORAJA UTARA - Sebelumnya diberitakan melalui media ini, dengan link judul berita https://sulsel.indonesiasatu.co.id/diduga-sewakan-trotoar-bapenda-labrak-perda-toraja-utara-nomor-16-tahun-2013, tentang dugaan trotoar yang disewakan oleh Bapenda Toraja Utara sejumlah 2 juta rupiah per tahun kepada 4 orang pedagang, dibantah langsung oleh pihak Bapenda, Sabtu (29/5/2021).
Bantahan sebagai klarifikasi tersebut diterima langsung oleh awak media indonesiasatu.co.id, kemarin Jumat (28) 5) 2021) di kantor Bapenda Toraja Utara.
Melalui Andarias selaku Sekretaris Bapenda yang di dampingi Magdalena, mantan atau purnabakti kepala Bapenda mengatakan bahwa yang disewakan itu bukanlah trotoar dan biaya sewa itu juga sepenuhnya kami setor ke daerah sebagai pendapatan daerah atau PAD.
"Yang disewakan itu kios dan lokasi itu bukan juga selokan tapi dulunya ada tanah disitu, hanya mereka tambahkan atau tutupi selokan itu. Tapi sesungguhnya ada kios disitu", ucap Andarias.
Sementara mantan kepala Bapenda Magdalena mengatakan bahwa semua yang melakukan usaha di tanah pemda karena ada fasilitas kita siapkan maka wajib hukumnya dilakukan pungutan berdasarkan aturan akan acuan besaran pungutan.
"Jadi saya jelaskan bahwa semua yang melakukan usaha di tanah pemda karena ada fasilitas kita siapkan maka wajib hukumnya dilakukan pungutan berdasarkan aturan akan acuan besaran pungutan. Kemudian biaya sewanya semuanya juga kami setor ke Pemda dan ada bukti setorannya lengkap, tidak ada yang kami ambil", tutur Magdalena.
Itu yang disewakan bukan trotoar karena dulunya bukan trotoar tapi di lokasi itu memang tanah dan sebelum dilakukan pungutan sewa itu ditinjau dulu yang kemudian pedagang tersebut sepakat menyewa ke Pemda, tambahnya.
Mantan kepala Bapenda Toraja Utara, Magdalena juga menjelaskan bahwa persoalan itu rananya Pemda melalui Bapenda dan itu dimulai tahun 2019 kenapa baru sekarang mereka (pedagang) permasalahkan.
"Ini kan rana perjanjian sewa dengan Pemda kenapa mengadu ke tempat lain, kan harusnya ke Pemda. Dan itu juga perjanjian itu dimulai sejak tahun 2019, kenapa baru sekarang dipermasalahkan", kata Magdalena.
(Widian)