Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day) ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dari peristiwa Konferensi Stockholm, Swedia pada tanggal 5-6 Juni tahun 1972 dengan tema “Only One Earth”.
Pada tahun 1974, Hari Lingkungan Hidup sedunia pertama kali diperingati. Dan pada tahun 2022 ini, kembali diperingati dengan tema “Only One Earth”, dan fokus Living Sustainably in Harmony with Nature.
Tahun ini berlangsung pertemuan internasional Stockholm+50 di Swedia yang mengundang Kepala Negara dan Menteri Lingkungan Hidup sedunia, mengembalikan semangat Stockholm dan refleksi relevansi pada kondisi sekarang dan pada muatan pada berbagai perjanjian multilateral internasional.
Di Indonesia peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia tahun 2022, mengambil tema “Satu Bumi untuk Masa Depan”.
Menteri LHK Siti Nurbaya dalam sambutannya menuliskan, peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia memasuki usia ke 50 tahun Konferensi Stockholm. Konferensi Stockholm tahun 1972 telah meletakkan dasar pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan dan dalam hubungan pembangunan dengan alam dan manusia.
Dengan demikian, lanjut Menteri Siti hingga sekarang dapat kita pelajari dan hayati, bagaimana perjalanan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia selama 50 tahun. Dapat terlihat refleksinya dalam hal-hal: catatan konvensi internasional, regulasi dan kelembagaan nasional serta progres dan capaian kondisi pembangunan lingkungan pada setiap dekade di Indonesia.
Dekade Pertama, 1972-1982, Deklarasi Stockholm menandai dialog pertama negara industri dan negara berkembang yang membahas pertumbuhan ekonomi, pengendalian pencemaran, dan kelangsungan hidup manusia di seluruh dunia; sekaligus menandai ditetapkannya 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Pembentukan United Nations Environment Programmes (UNEP).
Secara Nasional, Konvensi Stockholm menjadi dasar ditetapkannya:
Keppres16Tahun1972 tentang Pembentukan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Pemerintah di bidang pengembangan lingkungan hidup;Konsensus politik bangsa dituangkan TAP MPR RI No.IV/MPR/1973 tentang GBHN, arah dan kebijakan pengelolaan lingkungan;Pembentukan Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidupv(MENPPLH) di tahun1978; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Perlindungan Lingkungan Hidup.
Dekade Kedua1982-1992, diawali dengan berkumpulnya komunitas negara-negara dunia di Nairobi dari 10 - 18 Mei 1982 untuk memperingati ulang tahun kesepuluh the United Nations Conferenceon the Human Environment. Melahirkan;
UU 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Perlindungan Lingkungan Hidup; UU No. 17 tahun 1985 tentang Ratifikasi UNConvention on the Law of the Sea;Keputusan Presiden No. 26 tahun 1989 tentang Ratifikasi Convention for the Protectionof the World Cultural and National Heritage; Keputusan Presiden No. 49 tahun 1983 tentang Ratifikasi International PlantProtectionConvention; Keputusan Presiden No.26 tahun 1986 tentang Ratifikasi ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources;Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Baku Mutu Limbah Cair;Pembentukan Pusat Studi Lingkungan (PSL);Pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal); Program Kalpataru; Program AMDAL; Program Kali Bersih (Prokasih), dan 12)Program Adipura.
Selanjutnya Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992.
Dekade Ketiga, 1992-2002, lahirnya Deklarasi Rio de Janeiro yang terdiri dari 26 azas. Prinsip pembangunan berkelanjutan (forestry principle, agenda 21, framework convention on climate change, dan biological diversity) lahir pada dekade ini.
Beberapa perkembangan aspek regulasi, implementasi, dan capaian di Indonesiapada dekade ini antara lain:
Perubahan UU 4 Tahun 1982 menjadi UU 23 Tahun1997; UU 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE; UU Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity;UU Nomor 6 tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change; Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;Keputusan Presiden No. 48 Tahun1991 tentang Ratifikasi Convention of Wetlands;Keputusan Presiden No. 135 Tahun 1998 tentang Ratifikasi UN Convention to Combat Desertification;Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1995 tentang Ratifikasi International Tropical Timber Agreement;Terbitnya PP 19/1999 tentang Pengendalian Pencemarandan/atau Perusakan Laut;PP 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara;PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; PPNo. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dileburnya Bapedal kedalam Kementerian Lingkungan Hidup, Diluncurkannya Program Langit Biru dan Program Pantai Lestari.
Dekade Keempat, , 2002-2012 , ditandai dengan Deklarasi Johannesburg, yang merupakanh asil dari World Summit Sustainable Development di Johannesburg, Afrika Selatan, diselenggarakan pada tanggal2 - 11 September 2002. Selain itu juga melahirkan Johannesburg Plan of Implementation yang merupakan cetak biru tindakan komprehensif yang akan diambil secara global, nasional dan regional oleh berbagai organisasi, aktor, kelompok besar dan komunitas lokal untuk melindungi lingkungan alam yang terkena dampak langsung oleh manusia.
DiIndonesia secara nasional, dekade ini ijuga ditandai dengan terbitnya:
Undang-Undang No.21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety;UU No. 47Tahun 2005 tentang Pengesahan Basel Convention on Transboundary Movement onHazardous Wastes and Their Disposal; UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;UU No.19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention onPersistent Organic Pollutants; Perubahan UUNo. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;Pembentukan Saka Kalpataru , danPembentukan Hakim Lingkungan.
Dekade Kelimab, 2012-2022, era Presiden Joko Widodo (akhir 2014-hingga saat ini di tahun 2022) dalam kepemimpinan aspek pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan aktualiasasi lebih mengemuka, di dorong oleh tantangan global yang semakin besar dalam Paris Agreement, agenda perubahan iklim pada aspek-aspek kebijakan sektor dan mobilisasi sumberdaya, keuangan, teknologi dan investasi dengan prinsip kemitraan dan berorientasi hijau.
Pada perjalanan pembangunan lingkungan hidup Dekade Kelima Stockholm+50, tercatat beberapa kondisi yang semakin nyata mendekati sasaran pembangunan lingkungan hidup dengan ciri-ciri:
Kejelasan arah pembangunan lingkungan (upaya memperbaiki kondisi lingkungan, orientasi green economy); Keberadaan instrumen yang jelas dan konkret;Kebijakan tentang gambut dan mangroveUpaya keterlibatan masyarakat; dan Pola investasi pemulihan lingkungan dalamkerja sama pemerintah, badan usaha dan masyarakat.
Juga terlihat dari lahirnya berbagai kebijakanbterkait lingkungan hidup, antara lain:
Undang-Undang 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Conventionon Climate Change;Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention; danUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang di dalamnya juga menekankan pentingnya aspek kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan dalam proses kemudahan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.
Aktualisasi mengatasi dan upaya menyelaraskan secara nyata antara pembangunandan pemulihan lingkungan, kita pahami juga bahwa telah ada pijakan dasarnya dalam UUD1945 pada Pasal 28 H dan Pasal 33.
Pembangunan lingkungan di Indonesia dalam perjalanannya, secara praktis melembaga dan semakin beraktualisasi dengan nyata. Kondisi tersebut memberikan kebanggaan tersendiri bagi kita sebagai bangsa, sebagai negara diantara negara-negara di dunia, dimana kita telah cukup gigih bekerja nyata dalam aspek lingkungan, dengan karya dan kerja keras semua elemen bangsa kita, seluruh masyarakat Indonesia.
Dengan sungguh-sungguh kita menjalankan hints pokok-pokok kebijakan Presiden Joko Widodo pada aspek pembangunan lingkungan hidup dan tata kelola sumberdaya alam. Kita dapat mencatat berbagai . perkembangan hasilnya antara lain:
Transformasi struktural dan produktivitas alam dan manusia untuk mengatasi kesenjangan dan mewujudkan kesejahteraan seperti dalam hal akses kelolalahan;Melalui Nawa Cita melakukan langkah korektif. Mengubah dan menjadikan keberpihakan kepada rakyat lebih mengemuka, diaktualisasikan. Arel hutan ditata dengan pemanfaatan hutan sosial seluas 12, 7 juta hektar serta pencadangan kawasan untuk tanah obyek reforma agraria (TORA) 4, 1 jutahektar dan perijinan korporat dikendalikan, dan diproyeksikan bahwa akan terjadi perubahan proporsi perijinan, bergeser dari 96% bagi korporat dan 4%bagi rakyat, bergeser menjadi sekitar 29-31% untuk rakyat dan sekitar 71-69% untuk korporat. Dalam konteks pengelolaan lansekap, telah dilakukan moratorium permanen hutan alam primer dan gambut seluas lebih dari 66 juta Ha; restorasi dan perbaikan tata air gambut 3, 4 juta Ha beserta penataan regulasinya; rehabilitasi DAS dan mangrove; pengelolaan hutan lestari (pergeseran paradigma "timber management" menjadi paradigma "forest landscape management") dan pengembangan Multiusaha Kehutanan. Selain itu pengembangan Kemitraan Konservasi, dan menjaga areal High Conservation Value Forest (HCVF) tinggi di wilayah perkebunan dan konsesi kehutanan seluas 4, 1 juta Ha; Pencegahan kehilangan keanekaragaman hayati, perlindungan wildlife dan habitatnya, dengan konservasi kawasan serta perlindungan keanekaragaman hayati;Kebijakan dan langkah pencegahan kebakaran hutan dan lahan secara permanen melalui upaya-upaya: monitoring hotspot dan patroli aparat dan masyarakat, sistem paralegal untuk kesadaran bersama masyarakat, teknik modifikasi cuaca, tata kelola gambut, dan penegakan hukum; Indonesia telah berhasil menurunkan angka deforestasi sampai titik terendah dalam sejarah (tahun 2020 angka terendah deforestasi lebih kurang 115 ribu ha dan lebih menurun lagi di 2021), sekaligus menekan kebakaran hutan dan lahanbpada level serendah mungkin; Menapak maju dalam kerja-kerja aksi iklim, di berbagai sektor dalam proses keseimbangan lingkungan, melalui penataan kawasan, program kampung iklim (Proklim), tata kelola sampah dan limbah dalam konsep sirkular ekonomi, dan nilai ekonomi karbon;Pengendalian emisi karbon sektor Hutan dan Penggunaan Lahan lainnya (Forest and Other Land Use/FOLU), dengan Rencana Operasional yang mengikat untuk FOLU Net Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim yang mengikat; Membangun ketahanan iklim dengan restorasi, pengelolaan dan pemulihan lahan gambut, rehabilitasi hutan dan lahan, serta pengendalian deforestasi dan program kampung iklim; Berkembangnya dan penguatan instrumen kerja seperti: a) Penegakan hukum (law enforcement), b) Apresiasi peran serta masyarakat dalam pelestarian lingkungan melalui Program Adipura, Program Adiwiyata, Program PROPER, Pengarusutamaan Gender, Nirwasita Tantra, Anugerah Kalpataru, pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), c) Langkah-langkah penguatan data dan informasi sumber daya hutanbersifat keruangan/spasial yang berkualitas dan terintegrasi sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan, d) penguatan standar dan pengawasan penerapan standar oleh Badan Standardisasi dan Instrumen, dan e) pengembangan sistem kerja bersama masyarakat, dunia usaha dan generasi muda.
Atas segala capaian hingga saat ini, dan kita berada pada posisi, platform kerja, langkah operasi dan hasil kerja yang ada saat ini, Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan ucapan terimakasih, apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas kerja keras seluruh elemenbangsa, seluruh masyarakat: kelompok komunitas, aktivis, dunia usaha, para tokoh perempuan, generasi muda, green leaders, akademisi, jurnalis dan juga jajaran birokrasi lapangan.
Tantangan kedepan tidak lebih mudah. Obyektivitas dan kejernihan dalam kitamelihat masalah dan membangun artikulasi penyelesaian masalah merupakan pijakan kolaborasi yang sangat penting. Terima kasih juga atas dukungan para pemimpin politik dan pengambil kebijakan nasional dan daerah.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2022 ini menjadi momen penting untuk terus menumbuhkan, meningkatkan kesadaran dan kepedulian untuk terus memperbaiki dalam perilaku adil terhadap lingkungan.
Lingkungan yang sehat membutuhkan dukungan dan keterlibatan semua pihak secara konstruktif. Tidak lain, dalam satu arah sejalan dengan tujuan nasional dan cita-cita bangsa.